UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM
& ETIKA KOMUNIKASI BISNIS
IKLAN
SHAMPO CLEAR YANG MELANGGAR ETIKA PERIKLANAN
Dosen Pengampu: Yohanes Widodo, M.Sc
Disusun
oleh:
Praditya
Arif Pambudi
120904690
Kelas
A
PROGRAM
STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
ATMA JAYA YOGYAKARTA
2015
Dalam tugas esai saya kali ini saya
akan menggunakan kasus sebuah iklan cetak shampo Clear yang dianggap telah menyalahi
aturan dalam Etika Pariwara Indonesia.
Berikut
merupakan ulasan singkat mengenai mengenai shampo Clear:
Clear
secara aktif memberikan jalan kerluar terbaik dari Ketombe dan masalah-masalah
kulit kepala lain. Clear adalah Ahli dalam bidang Kesehatan Kulit Kepala, yang
secara aktif memberikan jalan kerluar terbaik dari Ketombe dan masalah-masalah
kulit kepala lain sehingga rambut dan kulit kepala tampak lebih sehat.
Clear
memberikan anda kepercayaan untuk beraktivitas
Clear
telah diluncurkan di Indonesia sejak tahun 1975. Alasan utamanya adalah memberikan
solusi efektif terhadap masalah Ketombe. Clear adalah merek anti-ketombe
terbesar di Indonesia, salah satu kinerja luar biasa Clear adalah karena iklim
tropis Indonesia yang mengakibatkan kelembaban membuat ketombe menjadi masalah
umum masyarakat Indonesia, dan oleh karena itu timbul daya tarik besar untuk
menggunakan sampo anti ketombe di Indonesia.
Clear
dengan Vita-ACE nya telah terbukti selama bertahun-tahun menyajikan produk anti
ketombe yang bermutu tinggi. Di Indonesia Clear mempunyai 5 varian: Clear
Active Care yang secara efektif melawan ketombe bagi orang aktif, Clear Ice
Cool untuk memberikan sensasi dingin sambil melenyapkan ketombe, Clear Scalp
and Oil Control untuk menghilangkan ketombe pada rambut berminyak, Clear Itch
& Dry Scalp Care untuk mengatasi gatal akibat ketombe dan akhirnya Clear
Hair Fall Defence untuk mengurangi kerontokan rambut hingga 93% dalam waktu 5
minggu.
Dari
bukan apa-apa menjadi pahlawan
Sejak
kehadirannya pertama kali pada tahun 1975 penjualan Clear secara konsisten
mengalami pertumbuhan yang baik setiap tahun. Dewasa ini clear menjadi salah
satu merek sampo terbesar di Indonesia. Clear dianggap sebagai merek “yang
keren” di antara para remaja dan pekerja pemula berusia 18-25 tahun yang
merupakan pasar sasaran utama. Produk ini telah dipasarkan secara luas dan
menembus pasar nasional bahkan sampai ke pelosok.
Aktivasi
Untuk
selalu melakukan beberapa aktivasi, yaitu untuk membuat Clear tetap cocok
dengan pasar sasaran, untuk mempertahankan kesesuaiannya dan menarik pasar
sasaran, untuk mempertahankan kecintaan pada merek, dan menjadi lebih dekat
dengan pelanggannya.
Clear
Top 10: 1999 – 2003
Musik
adalah salah satu cara terbaik untuk berkomunikasi dengan anak muda. Mereka
selalu ingin terus merasa tidak ketinggalan jaman dengan kecenderungan musik
terbaru, dan salah satu program yang paling menarik bagi mereka adalah tangga
lagu Clear top 10. Clear Top 10 adalah program mingguan yang berisi 10 lagu hit
teratas lokal maupun internasional.
Clear
Zone – 2004
Memberikan
kesempatan dan kemudahan kepada konsumen sasaran Clear untuk dapat merasakan
sendiri produk Clear Zone.
Clear
Nation – 2005
Masyarakat
Clear terdiri dari orang-orang yang sangat percaya diri (karena memiliki rambut
yang bebas dari ketombe), dalam melakukan setiap kegiatan untuk mencapai
cita-cita dan impiannya.
Clear
Dream Date – 2006
Lagi-lagi
membangun kepercayaan, bahwa kita dapat dengan percaya diri menggoda siapa saja
jika kita memiliki rambut yang bebas dari ketombe, berada lebih dekat dengan
orang lain yang kita sukai atau cintai, bahkan yang tidak terduga seperti
selebriti.
Seperti
yang telah kita ketahui bahwa produk shampo Clear disini telah hadir di
Indonesia sejak tahun 1975 yang dimana secara usia, kehadirannya di negeri ini
bisa dibilang telah cukup lama untuk sebuah merek shampo. Seperti apa yang
telah dipaparkan diatas bahwa shampo Clear disini dikenal sebagai shampo yang
ahli dalam menghilangkan ketombe. Hal ini terlihat ketika iklan-iklan yang
disampaikan selalu tidak jauh dari kata-kata “anti ketombe”, hal inilah yang
telah membentuk mindset khalayak
bahwa shampo Clear disini merupakan shampo yang ahli dalam mengobati atau
menghilangkan ketombe kepala. Kata-kata “anti-ketombe: tersebut dapat dengan
mudah ditemukan dalam iklan shampo Clear, diantaranya di media iklan elektronik
seperti di televisi dan radio, lalu di media cetak seperti misalnya iklan surat
kabar, majalah, spanduk, bahkan baliho. Sama seperti kasus yang pernah
dilakukan oleh produk atau merek lain pada umumnya, iklan Clear disini juga pernah
menampilkan iklan yang dianggap tidak sesuai dengan aturan yang terdapat dalam
Etika Pariwara Indonesia.
Berikut
merupakan salah satu contoh foto iklan cetak berupa baliho shampo Clear yang
dianggap telah menyalahi etika periklanan yang ada di Indonesia:
Baliho
ini ditemukan di jalan menuju keluar tol semanggi. Iklan ini melanggar,
Alasannya adalah karena memakai kata NO. 1, dalam Tata krama isi iklan, kata NO.1
melanggar aturan “bahasa”. (Risna Yulianti, 2013)
Seperti
yang kita ketahui bahwa pada dasarnya sebuah bidang periklanan itu tentu saja
memiliki suatu aturan tertulis yang bersifat resmi dengan tujuan untuk mengatur
tentang segala aturan yang baik dan benar sehingga dapat meminimalisir atas bentuk-bentuk
pelanggaran iklan yang bisa dibilang kurang etis atau tidak sesuai dengan
aturan yang telah berlaku.
Selanjutnya,
berdasarkan foto iklan baliho shampo Clear tersebut terlihat bahwa Clear
menampilkan kalimat dengan kata-kata “Shampo Anti Ketombe No.1”. Nah, kata-kata
ini bisa dikatakan telah menyalahi aturan yang telah tersedia di Etika Pariwara
Indonesia, dalam ketentuan yang telah dicantumkan yaitu bagian Tata Krama No.1
yaitu Isi Iklan perihal 1.2 mengenai Bahasa nomor 1.2.2 telah dikatakan bahwa Iklan
tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”,
”top”, atau kata-kata berawalan “ter“, dan atau yang bermakna sama, tanpa
secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan
pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
Sudah
jelas bahwa iklan baliho shampo Clear disini telah melanggar aturan yang telah
dijelaskan dalam Etika Pariwara Indonesia karena penggunaan kata-kata “Shampo
Anti Ketombe No.1” yang tercantum dalam visual iklan di baliho tersebut. Yang
menjadi persoalan saat ini ialah bahwa shampo Clear tersebut belum bisa
membuktikan secara otentik bahwa ia memang benar-benar ampuh bisa menghilangkan
ketombe secara maksimal. Apabila hal ini tetap terus berlajut dibiarkan,
dikhawatirkan akan terus mampu mempengaruhi orang awam ketika melihat iklan
tersebut untuk pertama kalinya dan tidak mencerna baik-baik apa maksud dari kata-kata
yang tersedia pada iklan tersebut, maka orang awam tersebut dikhawatirkan akan
sangat mudah percaya terhadap iklan yang belum tentu akan kebenarannya. Tentu
saja hal ini memiliki efek yang kurang baik juga terhadap konsumen karena dalam
hal ini seakan-akan konsumen terlihat sangat mudah dipermainkan oleh
iklan-iklan yang telah ada.
Pengaruh
atas dasar susunan kata-kata yang tercantum pada suatu iklan memang pada
dasarnya sengaja dibuat dengan tujuan untuk menarik minat calon konsumen serta
diharapkan nantinya akan terjadi tindakan untuk melakukan pembelian terhadap
produk tersebut. Tetapi ketika akan melakukan hal ini sebaiknya terlebih dahulu
memperhatikan syarat-syarat atau ketentuan yang berlaku dan telah disepakati
bersama, dalam bidang periklanan ini maksudnya ialah mentaati ketentuan yang
ada di dalam Etika Pariwara Indonesia. Selanjutnya, disini iklan memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi orang yang melihatnya terlebih pada iklan yang
apabila memiliki warna yang mencolok misalnya, gambar yang mampu menyita
perhatian publik serta susunan kata-kata yang kreatif sehingga mampu mencuri
perhatian banyak orang. Bahasa yang disusun sedemikian rupa akan dapat menjadi
sebuah bombardir apabila rangkaian kata-kata tersebut berhasil memikat hati
para konsumen.
Kembali
pada shampo Clear, dengan adanya iklan baliho menggunakan kata-kata yang seperti
itu, dikhawatirkan akan menimbulkan dampak nantinya, ketika pihak shampo Clear
menyatakan bahwa produknya lah yang nomor 1 dalam hal mengatasi ketombe, namun
apabila pada kenyataannya ada beberapa konsumen yang komplain atas produk
shampo Clear tersebut yang belum bisa menghilangkan ketombe secara maksimal,
tentu saja hal ini akan berdampak pada turunnya reputasi pada perusahaan yang
memiliki produk shampo Clear tersebut bahwa produk shamponya tidak sesuai
dengan apa yang dikatakan di iklan balihonya. Sehingga pada intinya disini
berhati-hatilah dalam menyusun kata-kata serta menggunakan bahasa.
Menurut
Vestergaard dan Schroder (dalam Rani,2004:20-23) fungsi bahasa dalam komunikasi
meliputi fungsi eksperesif, fungsi direktif, fungsi informasional, fungsi
metalingual, fungsi interaksional, fungsi kontekstual, dan fungsi puitik. Halliday
(dalam Sumarlam, 2003: 1-3) mengemukakan tujuh fungsi bahasa yaitu fungsi
instrumental, fungsi regulasi, fungsi representatif, fungsi interaksional,
fungsi perorangan, fungsi heuristik, dan fungsi imajinatif. Berikut ini
dipaparkan fungsi bahasa yang meliputi fungsi ekspresif, fungsi direktif,
fungsi informasional, fungsi metalingual, fungsi interaksional, fungsi
kontekstual, fungsi puitik, dan fungsi imajinatif.
a. Fungsi Ekspresif
Fungsi
ekspresif mengarah pada penyampaian ekspresi kepada komunikator. Fungsi
ekspresif ini bisa digunakan untuk mengekspresikan emosi atau perasaan
penyampai pesan. Fungsi ekspresif dapat
digunakan untuk mengungkapkan rasa senang, rasa sedih, rasa sakit, meninta
maaf, memohon dan lain-lain.
b.
Fungsi Direktif
Fungsi
direktif dapat digunakan untuk
mempengaruhi orang lain. Jadi, fungsi direktif ini berorientasi pada penerima
pesan. Bahasa digunakan untuk mempengaruhi orang lain dengan cara mengingatkan,
memerintah, memesan, mengingatkan, mengancam, dan lain-lain. Halliday (dalam Sumarlam, 2003:1) menyebut
fungsi ini dengan istilah fungsi instrumental. Fungsi ini dikenal dengan fungsi
perintah atau imperatif. Fungsi direktif ini bahasa berfungsi menghasilkan
kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa
tertentu. Dalam fungsi direktif ini bahasa tidak hanya membuat si pendengar
melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan sesuai yang diinginkan pembicara
(Chaer, 2004:15)
c.
Fungsi Informasional
Fungsi
Informasional adalah fungsi bahasa yang digunakan untuk menginformasikan
sesuatu. Fungsi ini dapat digunakan untuk mendeskripsikan, menjelaskan atau
menginformasikan sesuatu. Halliday (dalam Sumarlam, 2003:2) menyebut fungsi ini
dengan istilah fungsi pemerian atau representatif. Dalam fungsi ini bahasa
dapat digunakan untuk melaporkan realitas yang sebenarnya seperti yang dilihat
atau dialami orang.
d.
Fungsi Metalingual
Fungsi
metalingual adalah fungsi bahasa yang
berfokus pada kode. Bahasa digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa. Contoh yang diberikan Chaer (2004:17)
yaitu kaidah-kaidah atau aturan-aturan bahasa dijelaskan dengan bahasa. Dalam
kamus monolingual bahasa digunakan untuk menjelaskan arti bahasa itu sendiri.
e.
Fungsi Interaksional
Fungsi
Interaksional digunakan untuk mengungkapkan, mempertahankan, dan mengakhiri
komunikasi antara penutur dan lawan tutur. Keberlangsungan komunikasi memerlukan pengetahuan tentang tata krama
pergaulan. Misalnya, penyapa menyapa dengan sapaan yang hormat, penutur juga harus mempertimbangkan siapa
mitra tuturnya, adat-istiadat, serta budaya lokal yang berlaku (Halliday dalam
Rani, 2003:2)
f. Fungssi Kontekstual
Fungsi
kontekstual berfokus pada konteks pemakaian bahasa. Jadi, konteks sangat
menentukan makna bahasa yang digunakan. Dalam fungsi kontekstual ini dijelaskan
bahwa bahasa yang sama mempunyai makna yang berbeda jika konteksnya berbeda.
g.
Fungsi Puitik
Fungsi
puitik bahasa berorientasi pada kode dan makna. Dalam fungsi ini unsur seni
sangat ditonjolkan misalnya pemakaian,ritme dan
rima
h.
Fungsi Imajinatif
Fungsi ini biasanya digunakan untuk
menulis cerpen, dongeng, novel dan
sebagainya. Melalui bahasa dapat diciptakan mimpi-mimpi yang indah seperti yang diinginkan.
Selain
bahasa, sebenarnya ada cara lain untuk menghindari terjadinya permainan
kata-kata yang tidak sesuai dalam Etika Pariwara Indonesia, diantaranya yaitu
dengan cara:
a. Membuat
Layout dan Artwork
Setelah
copywriter bersama art director menemukan konsep kreatif
yang mereka anggap paling pas dan paling bagus untuk iklan produk yang sedang
mereka garap, mereka lalu membuat layout yang
berisi draft visual dan headline yang tepat (menarik) sesuai
konsep. Menulis bodynote bisa
belakangan, tetapi mungkin juga si copywriter
sekaligus membuat teks atau bodycopy-nya.
Sejak saat inilah art director sudah harus memikirkan bagaimana eksekusinya.
Apakah gambarnya (visualnya) akan dibuat dengan line drawing (gambar tangan) atau fotografi ataukah akan membeli slide yang bisa dibeli pada agen pembuat
slide?
b. Membuat
Baseline
Setelah
kita menentukan headline, visual, dan bodycopy serta ukuran (size) sesuai ketentuan dari bagian media
(atas persetujuan klien!), jangan lupa kita mencantumkan oleh siapa pesan iklan
itu disampaikan. Memang ada kalanya klien merasa tidak perlu mencantumkan nama
perusahaannya. Dia merasa cukup dengan mencantumkan nama atau merek produk
saja.
c.
Mandatory
Yang disebut mandatory dalam iklan adalah unsur-unsur
yang harus selalu tampil dalam iklan dan tidak boleh diubah, misalnya merek dan
gambar produk,nama atau logo perusahaan atau produsen, slogan, dan sejenisnya.
Dalam tata-letak atau layout iklan,
seperti yang telah dikemukakan diatas biasanya unsur-unsur tersebut sudah
ditetapkan juga tempatnya. Kadang-kadang warna bahkan bentuk huruf atau tyface pun bisa merupakan mandatory. Seperti pada iklan IBM, typeface-nya harus Bodony dan tidak boleh memakai misalnya tipe Helvetia, Garamond, atau yang lain.
d. Membuat
caption
Caption
adalah tulisan pendek yang merupakan catatan atau penjelasan singkat tentang
gambar atau foto tambahan (di samping visual
utama). Visual utama biasanya tidak
memerlukan caption, karena visual
utama merupakan bagian integral dari headline.
Jangan sekali-kali membuat atau menunjukkan gambar tambahan atau sisipan serta insert tanpa penjelasan atau caption, sebab dengan demikian informasi
kita belum lengkap.
e. Penggunaan
Model
Menggunakan model,
khususnya selebriti atau public figure
untuk sebuah iklan, harus hati-hati, terutama dalam iklan testimonial. Selain
biayanya mahal, model bisa jadi bomerang bagi kepercayaan konsumen terhadap produk.
(Madjakara, 2005: 77)
Berikut Merupakan Definisi dari
Copywriter yang dimana sangat berperan dalam pembuatan sebuah naskah iklan:
Copywriting
adalah penulisan naskah iklan atau promosi sebuah produk (barang atau
jasa). Dengan kata lain, copywriting
adalah aktivitas membuat dan menghasilkan tulisan (teks/naskah) untuk
kepentingan iklan. Ahli komunikasi dari Amerika Serikat, Frank Jefkins,
memaknai copywriting (penulisan naskah iklan) sebagai ”seni penulisan pesan
penjualan yang paling persuasif dan kuat”. Pakar lain, Bovee, mendefinisikan
copywriting dengan ”tulisan dengan aneka gaya dan pendekatan yang dihasilkan
dengan cara kerja keras melalui perencanaan dan kerjasama dengan klien, staf
legal, account executive, peneliti, dan direktur seni”. Dapat dikatakan,
copywriting adalah seni atau keterampilan menulis naskah berisi pesan iklan,
promosi, untuk menarik minat konsumen pengguna jasa atau barang.
Penulisnya
disebut copywriter. Merujuk pada definisi di atas, terutama dari Bovee,
copywriter tidak bekerja sendiri. Selain harus menguasai karakteristik produk,
ia juga bekerja sama dengan bagian penjualan (marketing).
Elemen Copywriting
Secara teoritis, unsur dasar yang
harus dikandung sebuah naskah iklan dikenal dengan ringkasan AIDCA, yaitu:
§ Attention
–menarik perhatian.
§ Interest
–menciptakan minat.
§ Desire
–memunculkan hasrat untuk menggunakan produk.
§ Conviction
–memberi keyakinan bahwa produk itulah yang cocok bagi konsumen.
§ Action
–menyegerakan aksi, konsumen membeli atau menggunakan produk.
Rumus
copywriting antara lain harus menarik perhatian, membangun membangun citra atau
image positif tentang produk dan produsen (perusahaan), serta efektif dan
efisien atau tepat sasaran.
Kreatif, Mengenali
Audiens
Jika sebuah
naskah penjualan gagal menarik perhatian (attention), ketertarikan (interest),
keinginan (desire), keyakinan (conviction), dan tindakan (action) yang
diinginkan, maka pesan penjualan itu telah gagal.
Karenanya,
seorang copywriter juga harus mempertimbangkan banyak hal ketika melaksanakan
tugasnya, seperti ”perkiraan” penafsiran oleh publik (calon konsumen) tentang
iklan yang disampaikan kepada mereka.
Target audiens akan menafsirkan
iklan secara beragam disebabkan sejumlah faktor, antara lain:
§ Pengetahuan
yang terbatas mengenai produk.
§ Latar
belakang pendidikan, budaya, agama, paham politik, dll.
§ Tingkat
kebutuhan yang berbeda.
§ Tingkat
apresiasi terhadap seni yang berbeda.
§ Penggunaan
sudut pandang.
§ Waktu,
media atau sarana yang digunakan, dan jam tayang iklan.
Copywriter harus
berjiwa kreatif agar naskah yang dihasilkannya menarik, jika perlu menghibur,
dan efektif menyampaikan pesan kepada publik sehingga publik bukan saja
tertarik, berminat membeli, tapi juga yakin bahwa produk yang diiklankan sesuai
dengan kebutuhan/keinginan mereka dan tanpa ragu segera membeli atau
menggunakannya.
Berdasarkan
beberapa metode yang telah dipaparkan diatas merupakan salah satu cara untuk
menghindari dari kesalahan akan pemilihan bahasa atau kata-kata, karena pada
sejatinya sikap jujur merupakan hal harus diutamakan dalam hal ini, dan jangan
sampai kita mengecewakan konsumen dengan embel-embel konten iklan yang seperti
itu.
Daftar
Pustaka
Clear secara aktif memberikan jalan
kerluar terbaik dari Ketombe dan masalah-masalah kulit kepala lain. unilever.co.id. https://www.unilever.co.id/brands/our-brands/clear.html
(Diakses pada tanggal 10 Desember 2015 pada pukul 09.89 WIB)
Iklan di Indonesia yang melanggar etika
periklanan. Risnayulianty.wordpress.com. https://risnayulianty.wordpress.com/2013/04/11/iklan-di-indonesia-yang-melanggar-etika-periklanan/
(Diakses pada tanggal 10 Desember 2015 pada pukul 11.47 WIB)
Etika pariwara indonesia. Satucitra.co.id. http://satucitra.co.id/unduh/Etika-Pariwara-Indonesia.pdf
(Diakses pada tanggal 10 Desember 2015 pada pukul 13.02 WIB)
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/nusa/article/view/2840
(Diakses
pada tanggal 10 Desember 2015 pada pukul 15.44 WIB)
Copywriting: menulis naskah iklan. Kuliahonlinekomunikasi.co.id. http://kuliahonlinekomunikasi.co.id/2012/04/copywriting-menulis-naskah-iklan-1.html
(Diakses pada tanggal 10 Desember 2015 pada pukul 19.07 WIB)
Rani, Abdul, Bustanul Arifin, dan
Martutik. 2004. Analisis Wacana Sebuah
Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.
Sumarlam.
2003. Teori dan Praktik Analisis Wacana.
Surakarta: Pustaka Cakra
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta.
Madjadikara. Agus S. 2005. Bagaimana Biro Iklan Memproduksi Iklan:
Bimbingan Praktis Penulisan Naskah Iklan (Copywriting). Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar