Senin, 14 Desember 2015

IKLAN SHAMPO CLEAR YANG MELANGGAR ETIKA PERIKLANAN



UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM & ETIKA KOMUNIKASI BISNIS
IKLAN SHAMPO CLEAR YANG MELANGGAR ETIKA PERIKLANAN

Dosen Pengampu: Yohanes Widodo, M.Sc


Disusun oleh:
Praditya Arif Pambudi
120904690
Kelas A




PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
2015





            Dalam tugas esai saya kali ini saya akan menggunakan kasus sebuah iklan cetak shampo Clear yang dianggap telah menyalahi aturan dalam Etika Pariwara Indonesia.    
Berikut merupakan ulasan singkat mengenai mengenai shampo Clear:
Clear secara aktif memberikan jalan kerluar terbaik dari Ketombe dan masalah-masalah kulit kepala lain. Clear adalah Ahli dalam bidang Kesehatan Kulit Kepala, yang secara aktif memberikan jalan kerluar terbaik dari Ketombe dan masalah-masalah kulit kepala lain sehingga rambut dan kulit kepala tampak lebih sehat.
Clear memberikan anda kepercayaan untuk beraktivitas
Clear telah diluncurkan di Indonesia sejak tahun 1975. Alasan utamanya adalah memberikan solusi efektif terhadap masalah Ketombe. Clear adalah merek anti-ketombe terbesar di Indonesia, salah satu kinerja luar biasa Clear adalah karena iklim tropis Indonesia yang mengakibatkan kelembaban membuat ketombe menjadi masalah umum masyarakat Indonesia, dan oleh karena itu timbul daya tarik besar untuk menggunakan sampo anti ketombe di Indonesia.
Clear dengan Vita-ACE nya telah terbukti selama bertahun-tahun menyajikan produk anti ketombe yang bermutu tinggi. Di Indonesia Clear mempunyai 5 varian: Clear Active Care yang secara efektif melawan ketombe bagi orang aktif, Clear Ice Cool untuk memberikan sensasi dingin sambil melenyapkan ketombe, Clear Scalp and Oil Control untuk menghilangkan ketombe pada rambut berminyak, Clear Itch & Dry Scalp Care untuk mengatasi gatal akibat ketombe dan akhirnya Clear Hair Fall Defence untuk mengurangi kerontokan rambut hingga 93% dalam waktu 5 minggu.
Dari bukan apa-apa menjadi pahlawan
Sejak kehadirannya pertama kali pada tahun 1975 penjualan Clear secara konsisten mengalami pertumbuhan yang baik setiap tahun. Dewasa ini clear menjadi salah satu merek sampo terbesar di Indonesia. Clear dianggap sebagai merek “yang keren” di antara para remaja dan pekerja pemula berusia 18-25 tahun yang merupakan pasar sasaran utama. Produk ini telah dipasarkan secara luas dan menembus pasar nasional bahkan sampai ke pelosok.


Aktivasi
Untuk selalu melakukan beberapa aktivasi, yaitu untuk membuat Clear tetap cocok dengan pasar sasaran, untuk mempertahankan kesesuaiannya dan menarik pasar sasaran, untuk mempertahankan kecintaan pada merek, dan menjadi lebih dekat dengan pelanggannya.
Clear Top 10: 1999 – 2003
Musik adalah salah satu cara terbaik untuk berkomunikasi dengan anak muda. Mereka selalu ingin terus merasa tidak ketinggalan jaman dengan kecenderungan musik terbaru, dan salah satu program yang paling menarik bagi mereka adalah tangga lagu Clear top 10. Clear Top 10 adalah program mingguan yang berisi 10 lagu hit teratas lokal maupun internasional.

Clear Zone – 2004
Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada konsumen sasaran Clear untuk dapat merasakan sendiri produk Clear Zone.

Clear Nation – 2005
Masyarakat Clear terdiri dari orang-orang yang sangat percaya diri (karena memiliki rambut yang bebas dari ketombe), dalam melakukan setiap kegiatan untuk mencapai cita-cita dan impiannya.

Clear Dream Date – 2006
Lagi-lagi membangun kepercayaan, bahwa kita dapat dengan percaya diri menggoda siapa saja jika kita memiliki rambut yang bebas dari ketombe, berada lebih dekat dengan orang lain yang kita sukai atau cintai, bahkan yang tidak terduga seperti selebriti.


Seperti yang telah kita ketahui bahwa produk shampo Clear disini telah hadir di Indonesia sejak tahun 1975 yang dimana secara usia, kehadirannya di negeri ini bisa dibilang telah cukup lama untuk sebuah merek shampo. Seperti apa yang telah dipaparkan diatas bahwa shampo Clear disini dikenal sebagai shampo yang ahli dalam menghilangkan ketombe. Hal ini terlihat ketika iklan-iklan yang disampaikan selalu tidak jauh dari kata-kata “anti ketombe”, hal inilah yang telah membentuk mindset khalayak bahwa shampo Clear disini merupakan shampo yang ahli dalam mengobati atau menghilangkan ketombe kepala. Kata-kata “anti-ketombe: tersebut dapat dengan mudah ditemukan dalam iklan shampo Clear, diantaranya di media iklan elektronik seperti di televisi dan radio, lalu di media cetak seperti misalnya iklan surat kabar, majalah, spanduk, bahkan baliho. Sama seperti kasus yang pernah dilakukan oleh produk atau merek lain pada umumnya, iklan Clear disini juga pernah menampilkan iklan yang dianggap tidak sesuai dengan aturan yang terdapat dalam Etika Pariwara Indonesia.
Berikut merupakan salah satu contoh foto iklan cetak berupa baliho shampo Clear yang dianggap telah menyalahi etika periklanan yang ada di Indonesia:




Baliho ini ditemukan di jalan menuju keluar tol semanggi. Iklan ini melanggar, Alasannya adalah karena memakai kata NO. 1, dalam Tata krama isi iklan, kata NO.1 melanggar aturan “bahasa”. (Risna Yulianti, 2013)
Seperti yang kita ketahui bahwa pada dasarnya sebuah bidang periklanan itu tentu saja memiliki suatu aturan tertulis yang bersifat resmi dengan tujuan untuk mengatur tentang segala aturan yang baik dan benar sehingga dapat meminimalisir atas bentuk-bentuk pelanggaran iklan yang bisa dibilang kurang etis atau tidak sesuai dengan aturan yang telah berlaku.
Selanjutnya, berdasarkan foto iklan baliho shampo Clear tersebut terlihat bahwa Clear menampilkan kalimat dengan kata-kata “Shampo Anti Ketombe No.1”. Nah, kata-kata ini bisa dikatakan telah menyalahi aturan yang telah tersedia di Etika Pariwara Indonesia, dalam ketentuan yang telah dicantumkan yaitu bagian Tata Krama No.1 yaitu Isi Iklan perihal 1.2 mengenai Bahasa nomor 1.2.2 telah dikatakan bahwa Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“, dan atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
Sudah jelas bahwa iklan baliho shampo Clear disini telah melanggar aturan yang telah dijelaskan dalam Etika Pariwara Indonesia karena penggunaan kata-kata “Shampo Anti Ketombe No.1” yang tercantum dalam visual iklan di baliho tersebut. Yang menjadi persoalan saat ini ialah bahwa shampo Clear tersebut belum bisa membuktikan secara otentik bahwa ia memang benar-benar ampuh bisa menghilangkan ketombe secara maksimal. Apabila hal ini tetap terus berlajut dibiarkan, dikhawatirkan akan terus mampu mempengaruhi orang awam ketika melihat iklan tersebut untuk pertama kalinya dan tidak mencerna baik-baik apa maksud dari kata-kata yang tersedia pada iklan tersebut, maka orang awam tersebut dikhawatirkan akan sangat mudah percaya terhadap iklan yang belum tentu akan kebenarannya. Tentu saja hal ini memiliki efek yang kurang baik juga terhadap konsumen karena dalam hal ini seakan-akan konsumen terlihat sangat mudah dipermainkan oleh iklan-iklan yang telah ada.
Pengaruh atas dasar susunan kata-kata yang tercantum pada suatu iklan memang pada dasarnya sengaja dibuat dengan tujuan untuk menarik minat calon konsumen serta diharapkan nantinya akan terjadi tindakan untuk melakukan pembelian terhadap produk tersebut. Tetapi ketika akan melakukan hal ini sebaiknya terlebih dahulu memperhatikan syarat-syarat atau ketentuan yang berlaku dan telah disepakati bersama, dalam bidang periklanan ini maksudnya ialah mentaati ketentuan yang ada di dalam Etika Pariwara Indonesia. Selanjutnya, disini iklan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang yang melihatnya terlebih pada iklan yang apabila memiliki warna yang mencolok misalnya, gambar yang mampu menyita perhatian publik serta susunan kata-kata yang kreatif sehingga mampu mencuri perhatian banyak orang. Bahasa yang disusun sedemikian rupa akan dapat menjadi sebuah bombardir apabila rangkaian kata-kata tersebut berhasil memikat hati para konsumen.  
Kembali pada shampo Clear, dengan adanya iklan baliho menggunakan kata-kata yang seperti itu, dikhawatirkan akan menimbulkan dampak nantinya, ketika pihak shampo Clear menyatakan bahwa produknya lah yang nomor 1 dalam hal mengatasi ketombe, namun apabila pada kenyataannya ada beberapa konsumen yang komplain atas produk shampo Clear tersebut yang belum bisa menghilangkan ketombe secara maksimal, tentu saja hal ini akan berdampak pada turunnya reputasi pada perusahaan yang memiliki produk shampo Clear tersebut bahwa produk shamponya tidak sesuai dengan apa yang dikatakan di iklan balihonya. Sehingga pada intinya disini berhati-hatilah dalam menyusun kata-kata serta menggunakan bahasa.
Menurut Vestergaard dan Schroder (dalam Rani,2004:20-23) fungsi bahasa dalam komunikasi meliputi fungsi eksperesif, fungsi direktif, fungsi informasional, fungsi metalingual, fungsi interaksional, fungsi kontekstual, dan fungsi puitik. Halliday (dalam Sumarlam, 2003: 1-3) mengemukakan tujuh fungsi bahasa yaitu fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsi representatif, fungsi interaksional, fungsi perorangan, fungsi heuristik, dan fungsi imajinatif. Berikut ini dipaparkan fungsi bahasa yang meliputi fungsi ekspresif, fungsi direktif, fungsi informasional, fungsi metalingual, fungsi interaksional, fungsi kontekstual, fungsi puitik, dan fungsi imajinatif.
a.  Fungsi Ekspresif
Fungsi ekspresif mengarah pada penyampaian ekspresi kepada komunikator. Fungsi ekspresif ini bisa digunakan untuk mengekspresikan emosi atau perasaan penyampai pesan. Fungsi ekspresif  dapat digunakan untuk mengungkapkan rasa senang, rasa sedih, rasa sakit, meninta maaf, memohon dan lain-lain.
b. Fungsi Direktif
Fungsi direktif  dapat digunakan untuk mempengaruhi orang lain. Jadi, fungsi direktif ini berorientasi pada penerima pesan. Bahasa digunakan untuk mempengaruhi orang lain dengan cara mengingatkan, memerintah, memesan, mengingatkan, mengancam, dan lain-lain.  Halliday (dalam Sumarlam, 2003:1) menyebut fungsi ini dengan istilah fungsi instrumental. Fungsi ini dikenal dengan fungsi perintah atau imperatif. Fungsi direktif ini bahasa berfungsi menghasilkan kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu. Dalam fungsi direktif ini bahasa tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan sesuai yang diinginkan pembicara (Chaer, 2004:15)

c. Fungsi Informasional
Fungsi Informasional adalah fungsi bahasa yang digunakan untuk menginformasikan sesuatu. Fungsi ini dapat digunakan untuk mendeskripsikan, menjelaskan atau menginformasikan sesuatu. Halliday (dalam Sumarlam, 2003:2) menyebut fungsi ini dengan istilah fungsi pemerian atau representatif. Dalam fungsi ini bahasa dapat digunakan untuk melaporkan realitas yang sebenarnya seperti yang dilihat atau dialami orang.
d. Fungsi Metalingual
Fungsi metalingual adalah  fungsi bahasa yang berfokus pada kode. Bahasa digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan  bahasa. Contoh yang diberikan Chaer (2004:17) yaitu kaidah-kaidah atau aturan-aturan bahasa dijelaskan dengan bahasa. Dalam kamus monolingual bahasa digunakan untuk menjelaskan arti bahasa itu sendiri.
e. Fungsi Interaksional
Fungsi Interaksional digunakan untuk mengungkapkan, mempertahankan, dan mengakhiri komunikasi antara penutur dan lawan tutur. Keberlangsungan komunikasi  memerlukan pengetahuan tentang tata krama pergaulan. Misalnya, penyapa menyapa dengan sapaan yang hormat,  penutur juga harus mempertimbangkan siapa mitra tuturnya, adat-istiadat, serta budaya lokal yang berlaku (Halliday dalam Rani, 2003:2)
f.  Fungssi Kontekstual
Fungsi kontekstual berfokus pada konteks pemakaian bahasa. Jadi, konteks sangat menentukan makna bahasa yang digunakan. Dalam fungsi kontekstual ini dijelaskan bahwa bahasa yang sama mempunyai makna yang berbeda jika konteksnya berbeda.
g. Fungsi Puitik
Fungsi puitik bahasa berorientasi pada kode dan makna. Dalam fungsi ini unsur seni sangat ditonjolkan misalnya pemakaian,ritme dan  rima
h. Fungsi Imajinatif
            Fungsi ini biasanya digunakan untuk menulis cerpen, dongeng, novel  dan sebagainya. Melalui bahasa dapat diciptakan mimpi-mimpi  yang indah seperti yang diinginkan.



Selain bahasa, sebenarnya ada cara lain untuk menghindari terjadinya permainan kata-kata yang tidak sesuai dalam Etika Pariwara Indonesia, diantaranya yaitu dengan cara:
a.       Membuat Layout dan Artwork
Setelah copywriter bersama art director menemukan konsep kreatif yang mereka anggap paling pas dan paling bagus untuk iklan produk yang sedang mereka garap, mereka lalu membuat layout yang berisi draft visual dan headline yang tepat (menarik) sesuai konsep. Menulis bodynote bisa belakangan, tetapi mungkin juga si copywriter sekaligus membuat teks atau bodycopy-nya. Sejak saat inilah art director sudah harus memikirkan bagaimana eksekusinya. Apakah gambarnya (visualnya) akan dibuat dengan line drawing (gambar tangan) atau fotografi ataukah akan membeli slide yang bisa dibeli pada agen pembuat slide?
b.      Membuat Baseline
Setelah kita menentukan headline, visual, dan bodycopy serta ukuran (size) sesuai ketentuan dari bagian media (atas persetujuan klien!), jangan lupa kita mencantumkan oleh siapa pesan iklan itu disampaikan. Memang ada kalanya klien merasa tidak perlu mencantumkan nama perusahaannya. Dia merasa cukup dengan mencantumkan nama atau merek produk saja.
c.       Mandatory
Yang disebut mandatory dalam iklan adalah unsur-unsur yang harus selalu tampil dalam iklan dan tidak boleh diubah, misalnya merek dan gambar produk,nama atau logo perusahaan atau produsen, slogan, dan sejenisnya. Dalam tata-letak atau layout iklan, seperti yang telah dikemukakan diatas biasanya unsur-unsur tersebut sudah ditetapkan juga tempatnya. Kadang-kadang warna bahkan bentuk huruf atau tyface pun bisa merupakan mandatory. Seperti pada iklan IBM, typeface-nya harus Bodony dan tidak boleh memakai misalnya tipe Helvetia, Garamond, atau yang lain.
d.      Membuat caption
Caption adalah tulisan pendek yang merupakan catatan atau penjelasan singkat tentang gambar atau foto tambahan (di samping visual utama). Visual utama biasanya tidak memerlukan caption, karena visual utama merupakan bagian integral dari headline. Jangan sekali-kali membuat atau menunjukkan gambar tambahan atau sisipan serta insert tanpa penjelasan atau caption, sebab dengan demikian informasi kita belum lengkap.


e.       Penggunaan Model
Menggunakan model, khususnya selebriti atau public figure untuk sebuah iklan, harus hati-hati, terutama dalam iklan testimonial. Selain biayanya mahal, model bisa jadi bomerang bagi kepercayaan konsumen terhadap produk. (Madjakara, 2005: 77)    

Berikut Merupakan Definisi dari Copywriter yang dimana sangat berperan dalam pembuatan sebuah naskah iklan:

Copywriting adalah penulisan naskah iklan atau promosi sebuah produk (barang atau
jasa). Dengan kata lain, copywriting adalah aktivitas membuat dan menghasilkan tulisan (teks/naskah) untuk kepentingan iklan. Ahli komunikasi dari Amerika Serikat, Frank Jefkins, memaknai copywriting (penulisan naskah iklan) sebagai ”seni penulisan pesan penjualan yang paling persuasif dan kuat”. Pakar lain, Bovee, mendefinisikan copywriting dengan ”tulisan dengan aneka gaya dan pendekatan yang dihasilkan dengan cara kerja keras melalui perencanaan dan kerjasama dengan klien, staf legal, account executive, peneliti, dan direktur seni”. Dapat dikatakan, copywriting adalah seni atau keterampilan menulis naskah berisi pesan iklan, promosi, untuk menarik minat konsumen pengguna jasa atau barang.

Penulisnya disebut copywriter. Merujuk pada definisi di atas, terutama dari Bovee, copywriter tidak bekerja sendiri. Selain harus menguasai karakteristik produk, ia juga bekerja sama dengan bagian penjualan (marketing).

Elemen Copywriting
Secara teoritis, unsur dasar yang harus dikandung sebuah naskah iklan dikenal dengan ringkasan AIDCA, yaitu:
§  Attention –menarik perhatian.
§  Interest –menciptakan minat.
§  Desire –memunculkan hasrat untuk menggunakan produk.
§  Conviction –memberi keyakinan bahwa produk itulah yang cocok bagi konsumen.
§  Action –menyegerakan aksi, konsumen membeli atau menggunakan produk.


Rumus copywriting antara lain harus menarik perhatian, membangun membangun citra atau image positif tentang produk dan produsen (perusahaan), serta efektif dan efisien atau tepat sasaran.

Kreatif, Mengenali Audiens

Jika sebuah naskah penjualan gagal menarik perhatian (attention), ketertarikan (interest), keinginan (desire), keyakinan (conviction), dan tindakan (action) yang diinginkan, maka pesan penjualan itu telah gagal.

Karenanya, seorang copywriter juga harus mempertimbangkan banyak hal ketika melaksanakan tugasnya, seperti ”perkiraan” penafsiran oleh publik (calon konsumen) tentang iklan yang disampaikan kepada mereka.

Target audiens akan menafsirkan iklan secara beragam disebabkan sejumlah faktor, antara lain:
§  Pengetahuan yang terbatas mengenai produk.
§  Latar belakang pendidikan, budaya, agama, paham politik, dll.
§  Tingkat kebutuhan yang berbeda.
§  Tingkat apresiasi terhadap seni yang berbeda.
§  Penggunaan sudut pandang.
§  Waktu, media atau sarana yang digunakan, dan jam tayang iklan.

Copywriter harus berjiwa kreatif agar naskah yang dihasilkannya menarik, jika perlu menghibur, dan efektif menyampaikan pesan kepada publik sehingga publik bukan saja tertarik, berminat membeli, tapi juga yakin bahwa produk yang diiklankan sesuai dengan kebutuhan/keinginan mereka dan tanpa ragu segera membeli atau menggunakannya. 


Berdasarkan beberapa metode yang telah dipaparkan diatas merupakan salah satu cara untuk menghindari dari kesalahan akan pemilihan bahasa atau kata-kata, karena pada sejatinya sikap jujur merupakan hal harus diutamakan dalam hal ini, dan jangan sampai kita mengecewakan konsumen dengan embel-embel konten iklan yang seperti itu.

Daftar Pustaka

Clear secara aktif memberikan jalan kerluar terbaik dari Ketombe dan masalah-masalah kulit kepala lain. unilever.co.id. https://www.unilever.co.id/brands/our-brands/clear.html (Diakses pada tanggal 10 Desember 2015 pada pukul 09.89 WIB)
Iklan di Indonesia yang melanggar etika periklanan. Risnayulianty.wordpress.com. https://risnayulianty.wordpress.com/2013/04/11/iklan-di-indonesia-yang-melanggar-etika-periklanan/ (Diakses pada tanggal 10 Desember 2015 pada pukul 11.47 WIB)
Etika pariwara indonesia. Satucitra.co.id. http://satucitra.co.id/unduh/Etika-Pariwara-Indonesia.pdf (Diakses pada tanggal 10 Desember 2015 pada pukul 13.02 WIB)
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/nusa/article/view/2840 (Diakses pada tanggal 10 Desember 2015 pada pukul 15.44 WIB)
Copywriting: menulis naskah iklan. Kuliahonlinekomunikasi.co.id. http://kuliahonlinekomunikasi.co.id/2012/04/copywriting-menulis-naskah-iklan-1.html (Diakses pada tanggal 10 Desember 2015 pada pukul 19.07 WIB)
Rani, Abdul, Bustanul Arifin, dan Martutik. 2004. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.
Sumarlam. 2003. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Madjadikara. Agus S. 2005. Bagaimana Biro Iklan Memproduksi Iklan: Bimbingan Praktis Penulisan Naskah Iklan (Copywriting). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama




         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar